Thursday, December 23, 2010

Makalah Kepemimpinan

BAB I
PNDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang memuat dua hal pokok yaitu:
1.      Pemimpin sebagai subjek,
2.      Yang dipimpin sebagai objek.
Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukkan ataupun mempengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan setiap orang mempunyai kesamaan di dalam menjalankan kepemimpinannya.
Mitos-Mitos Pemimpin
Mitos pemimpin adalah pandangan-pandangan atau keyakinan-keyakinan masyarakat yang dilekatkan kepada gambaran seorang pemimpin. Mitos ini disadari atau tidak mempengaruhi pengembangan pemimpin dalam organisasi. Ada 3 (tiga) mitos yang berkembang di masyarakat, yaitu mitos The Birthright, The For All Seasons , dan The Intensity.
Mitos The Birthright berpandangan bahwa pemimpin itu dilahirkan bukan dihasilkan (dididik). Mitos ini berbahaya bagi perkembangan regenerasi pemimpin karena yang dipandang pantas menjadi pemimpin adalah orang yang memang dari sananya dilahirkan sebagai pemimpin, sehingga yang bukan dilahirkan sebagai pemimpin tidak memiliki kesempatan menjadi pemimpin
Mitos The For All Seasons berpandangan bahwa sekali orang itu menjadi pemimpin selamanya dia akan menjadi pemimpin yang berhasil. Pada kenyataannya keberhasilan seorang pemimpin pada satu situasi dan kondisi tertentu belum tentu sama dengan situasi dan kondisi lainnya.
Mitos the Intensity berpandangan bahwa seorang pemimpin harus bisa bersikap tegas dan galak karena pekerja itu pada dasarnya baru akan bekerja jika didorong dengan cara yang keras. Pada kenyataannya kekerasan mempengaruhi peningkatan produktivitas kerja hanya pada awal-awalnya saja, produktivitas seterusnya tidak bisa dijamin. Kekerasan pada kenyataannya justru dapat menumbuhkan keterpaksaan yang akan dapat menurunkan produktivitas kerja.
Atribut-atribut Pemimpin
Secara umum atribut personal atau karakter yang harus ada atau melekat pada diri seorang pemimpin adalah:
1.      Mumpuni, artinya memiliki kapasitas dan kapabilitas yang lebih balk daripada orang-orang yang dipimpinnya
2.      Juara, artinya memiliki prestasi balk akademik maupun non akademik yang lebih baik dibanding orang-orang yang dipimpinnya
3.      Tangung jawab, artinya memiliki kemampuan dan kemauan bertanggungjawab yang lebih tinggi dibanding orang-orang yang dipimpinnya
4.      Aktif, artinya memiliki kemampuan dan kemauan berpartisipasi sosial dan melakukan sosialisasi secara aktif lebih balk dibanding oramg-orang yang dipimpinnya, dan
5.      Walaupun tidak harus, sebaiknya memiliki status sosial ekonomi yang lebih tinggi dibanding orang-orang yang dipimpinnya.
Meskipun demikian, variasi atribut-atribut personal tersebut bisa berbeda-beda antara situasi organisasi satu dengan organisasi lainnya. Organisasi dengan situasi dan karakter tertentu menuntut pemimpin yang memiliki variasi atribut tertentu pula.








1.2 RUMUSAN MASALAH
1.      Penjelasan pendekatan sifat dalam studi kepemimpinan
2.      Penjelasan pendekatan kekuasaan dalam studi kepemimpinan

1.3 TUJUAN PENULISAN
1.      Mengetahui macam – macam pendekatan dalam studi kepemimpinan
2.      Mengetahui pengertian pendekatan sifat dalam studi kepemimpinan
3.      Mengetahui pengertian pendekatan kekuasaan dalam studi kepemimpinan.

1.4 METODE PENULISAN
Metode penulisan oleh penulis dalam penyusunan makalah ini yakni menggunakan data referensi dan literature yang terkait dari buku, jurnal, makalah, dan situs di internet



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENDEKATAN DALAM STUDI KEPEMIMPINAN
            Fenomena organisasi pada umumnya tidak terlepas dari peranan, kegiatan, dan keterampilan pimpinan organisasi. Sebaliknya, perkembangan fenomena organisasional juga membentuk peranan-peranan (keterampilan) baru bagi pimpinan organisasi. Keduanya saling membentuk satu sama lain. Para ahli dalam bidang ini memandang bahwa fenomena organisasional dapat dijelaskan dalam kerangka kuasa-menguasai dan pengaruh-mempengaruhi.
            Pemimpin organisasi pada umumnya dipandang sebagai orang yang berusaha menguasai dan mempengaruhi orang atau kelompok agar dapat melakukan dan mengerjakan sesuatu sebagai bagian dari usaha mencapai kebaikan organisasi. Kekuasaan yang dimaksud adalah potensi dan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempengaruhi dan mengemudikan orang lain agar berpikir dan bertindak sesuai dengan yang diinginkannya (Robbins, 2002:50; Pace dan Faules, 2002:253).
            Dalam konteks administrasi aktualisasi potensi pengaruh-mempengaruhi tidak terbatas pada hirarkhi organisasional semata (Sutisna, 1993:301).
            Dengan kata lain, dimensi kekuasaan tidak hanya dimiliki secara legal oleh orang yang memiliki kedudukan saja. Implikasinya adalah dalam kondisi dan situasi yang bebas hirarki, proses kuasa menguasai dan pengaruh mempengaruhi terjadi sebagai implikasi logis dari hubungan-hubungan sistem sosial. Singkatnya, siapapun dalam kondisi dan situasi apapun memiliki peluang yang sama untuk mempengaruhi orang lain. Untuk kepentingan studi ini, konsep mempengaruhi hanya dibatasi pada pemimpin organisasi yang pada dasar nya memiliki potensi mempengaruhi secara legal.
            Kepemimpinan adalah proses pengarahan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari anggota kelompok. Untuk lebih mempermudah dalam memahami kepemimpinan tersebut perlu digunakan beberapa pendekatan. Pendekatan-pendekatan tersebut antara lain adalah pendekatan kemimpinan berdasarkan sifat, pendekatan kepemimpinan berdasarkan tingkah laku, dan pendekatan kepemimpinan berdasarkan teori situasional, serta pendekatan kepemimpinan berdasarkan teori penerimaan.
2.2 PENDEKATAN KEPEMIMPINAN BERDASARKAN SIFAT
            Pendekatan sifat pada kepemimpinan artinya rupa dari keadaan pada suatu benda, tanda lahiriah, ciri khas yang ada pada sesuatu untuk membedakan dari yang lain.
            Suatu pertanyaan penting yang dapat diajukan adalah apakah sifat-sifat yang membuat seseorang itu sehingga menjadi pemimpin ? teori awal tentang sifat ini dapat ditelusuri kembali mulai dari zaman Yunani Kuno dan zaman Roma. Ketika itu orang percaya bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukannya dibuat. Teori The Great Man mengatakan bahwa seseorang yang dilahirkan sebagai pemimpin, ia akan menjadi pemimpin, apakah ia mempunyai sifat atau tidak mempunyai sifat sebagai pemimpin.
            Setelah mendapat pengaruh pendidikan dan pengalaman , oleh karena itu sejumlah sifat-sifat seperti fisik, mental dan kepribadian menjadi pusat perhatian untuk diteliti di sekitar tahun 1930 sampai 1950-an. Hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa kecerdasan selalu muncul dengan presentase yang tinggi, kemudian inisiatif, keterbukaan, rasa humor, antusiasme, kejujuran, simpati dan percaya pada diri sendiri.
            Dalam menentukan pendekatan sifat ini ada dua jenis pendekatan, yaitu :
1.      Membandingkan sifat orang yang tampil sebagai pemimpin dengan orang yang      tidak menjadi pemimpin. Pemimpin lebih terbuka dan lebih percaya diri. Tetapi     ada juga orang yang punya sifat seperti itu namun, tidak jadi pemimpin, dan sebaliknya ada juga orang yang tidak memiliki sifat tersebut, tetapi ia jadi pemimpin. Misalnya Abraham Lincoln bersifat pemurung dan tertutup, Napoleon badannya agak pendek
2.      Membandingkan sifat pemimpin efektif dengan pemimpin yang tidak efektif. Intelegensi, inisiatif, dan kepercayaan diri berkaitan dengan tingkat manajerial dan prestasi kerja yang tinggi. Kepemimpinan efektif tidak bergantung pada sifat-sifat tertentu, melainkan lebih pada beberapa corak sifat-sifat pemimpin itu dengan kebutuhan dan situasinya.
            Menyadari bahwa tidak ada korelasi sebab akibat dari sifat-sifat yang diamati dalam penelitian dengan keberhasilan seorang manajer, maka Veithzal (2004) merumuskan empat sifat umum yang mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, yaitu  :
1.     Kecerdasan : pada umumnya pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin,
2.     Kedewasaan : pemimpin cenderung menjadi matang dan mempunyai emosi yang stabil serta perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas sosial,
3.     Motivasi diri dan dorongan berprestasi : pemimpin cenderung mempunyai motivasi yang kuat untuk berprestasi,
4.     Sikap hubungan kemanusiaan : pemimpin yang berhasil mau mengakui harga diri dan kehormatan bawahan.
            Adapun menurut Siagian (1994:75-116) memberi gambaran tentang  ciri-ciri ideal menjadi seorang pemimpin adalah sebagai berikut:
1.      Pengetahuan Umum Yang Luas
            Salah satu aksioma tentang kepemimpinan yang telah umum diterima, baik oleh para teorits maupun oleh praktisi, ialah bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang dalam organisasi, ia semakin dituntut untuk mampu berpikir dan bertindak sebagai seorang generalis. Kehadiran generalis dengan pengetahuan yang ilmiah yang luas yang memungkinkannya berpikir dan bertindak dengan pendekatan holistic dan integralistik.
2.      Kemampuan Betumbuh dan Berkembang
            Pentingnya kemampuan bertumbuh dan berkembang lebih jelas lagi terlihat apabila diingat bahwa setiap organisasi bergerak dalam suatu lingkungan yang dinamik dan selalu berubah. Bahkan perubahan itu sering berlangsung dengan sangat cepat, baik sebagai akibat perkembangan pesat di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi maupun karena tuntutan masyarakat yang sering terjadi berdasarkan deret ukur, bukan berdasarkan deret hitung. Hal ini sangat jelas terlihat dalam dunia keniagaan di mana tingkat kedaluwarsa suatu produk dapat terjadi alam waktu yang sanga tsingkat.
            Tepatlah ungkapan yang berkata bahwa dalam zaman modern seperti sekarang ini seseorang atau suatu organisasi “harus terus berlari hanya untuk sekedar tetap berada di tempat, berhenti berlari akan berarti ketdinggalan dan ketinggalan berarti kemunduran”. Kemunduran berarti ketidakberhasilan mencapai tujuan dan berbagai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya.


3.      Sifat Yang Inkuisitif
            Sifat inkuisitif, atau rasa ingin tahu, merupakan suatu sikap yang mencerminkan dua hal, yaitu: pertama, tidak merasa puas dengan tingkat pengetahuan yang telah dimiliki, kedua, kemauan dan keinginan untuk mencari  dan menemukan hal-hal baru. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sifat inkuitif merupakan kelanjutan dari atau mnaifestasi dari kemampuan bertumbuh dan berkembang
4.      Kemampuan Analitik
            Berbagai teori tentang kepemimpinan yang efektif dan pengalaman banyak orang menunjukkan bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang tidak lagi terletak pada kemampuannya untuk melaksanakan kegiatan yang ebrsifat teknis operasional, melainkan pada kemampuannya untuk berpikir. Cara dan kemampuan berpikir yang diperlukan adalah integralistik, strategik dan berorientasi pada pemecahan masalah.
            Berpikir integralistik berarti memperlakukan organisasi sebaai satuan yang bulat meskipun di dalamnya terdapat berbagai satuan kerja yang menyelenggarakan berbagai kegiatan dengan aneka ragam spesialisasi. Cara berpikir strategik pada daarnya berarti bahwa seorang pemimpin harus menganalisis mana di antara berbagai kegiatan organisasional yang diselenggarakan sendiri dan dierahkan kepada pejabat lain.             Sedangkan berpikir orientasi pemecahan masalah jelasa menuntut kemampuan analitik, mulai dari identifikasi masalah-masalah, pengumpulan dan penelaahan informasi yang diperlukan, analisis berbagai alternative pemecahan yang mungkin ditempuh, penentuan pilihan pemecahan sedemikian rupa sehingga pelaksanaannya bena-benar membawa organisasi kepada pemecahan yang tuntas serta dapat dipertanggung jawabkan.
5.      Daya Ingat yang Kuat
            Walapun dalam teori kepemimpinan tidak terdapat petunjuk yang dapat digunakan untuk menarik kesimpulan bahwa seorang pemimpin harus jenius. Akan tetapi kemampuan intelektualnya seperti daya kognitif dan penalaran haruslah di atas kemampuan rata-rata dari orang yang dipimpinnya. Salah satu bentuk kemampuan intelektual tersebut adalah daya ingat. Mungkin terlalu sukar untuk memenuhi tuntutan agar semua orang yang menjadi pemimpin memupnyai daya ingat yang kuat. Akan tetapi sebalinya sukar membayangkan seseorang yang pelupa jadi pimpinan yang berhasil
6.      Kapasitas Integratif
            Dengan kemampuan integrative yang tinggi, pimpinan dalam organisasi akan mampu menjelaskan kepada semua pihak dalam organisasi bahwa skala prioritas yang telah ditetapkan dalam rencana memang diperlukan penunjukkan dan perlakuan khusus terhadap satuan kerja tertentu sebagai satuan kerja strategik. Dalam penjelasan demikian perlu ditekankan dua hal, yaitu:
            Penunjukkan satuan kerja tertentu sebagai satuan kerja strategik tidak mengurangi, apalgai menghilangkan, peranan, fungsi, tanggung jawab dan kegiatan satuan-satuan
            Predikat satuan kerja strategik tidak bersifat permanen karena apabila terjadi pergeseran skala prioritas kerja organisasi, pasti trejadi pula perubahan dalam penunjukkan satuan kerja strategik
7.      Keterampilan Berkomunikasi Secara Efektif
            Dalam kehidupan organisasional terdapat empat jenis fungsi komunikasi, yaitu:
1)      Fungsi motivasi. Peranan komunikasi tidaklah kecil dalam mendorong motivasi kuat dalam diri anggota organisasi untuk berkarya lebih tekun. Hal ini dilakukan dengna jalan menjelaskan kepada mereka apa yang yang harus dilakukan, hasil penilaian tentang pelaksanaan tugas masing-masing dan cara-cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan prestasi kerja di masa-masa yang akan datang
2)      Fungsi ekspresi emosi. Komunikasi yang terjadi dalam orgnaisasi harus mampu memainkan dua peranan penting yaitu sebagai wahana untuk menyampaikan keluhan untuk mana pimpinan diharapkan menjadi pendengar yang baik dan sebagai saluran menyatakan kepuasaan atas keberhasilannya menyelesaikan tugas yang dipercayakan kepadanya
3)      Fungsi informasi. Artinya komunikasi sebagai wahana penyamapaian informasi yang diperlukan oleh berbagai pihak untuk memperlancar jalannya proses pengambilan keputusan.
4)      Fungsi pengawasan. Komuniksi selaku pengendali para anggota organisasi. Dikatakan demikian karena dalam suatu organisasi para anggotanya diharapkan taat kepada petunjuk, peraturan dan norma-norma yang berlaku bagi para anggota organisasi yang bersangkutan.
8.      Keterampilan Mendidik
           Disenangi atau tidak, setiap pejabat pimpinan adalah seorang pendidik. Mendidik disini diartikan luas, tidak terbatas hanya pada cara-cara mendidik yang ditempuh secara formal. Misalnya, jika seorang pimpinan melihat seorang bawahannya melaksanakan tugas dengan cara yang tidak atau kurang tepat, seorang juru tik misalnya, dan menunjukkan cara yang benar, pimpinan yang bersangkutan sesungguhnya telah melakukan peranans ebagai pendidik
9.      Rasionalitas
            Dalam dunia manajemen ada ungkapan yang berkata bahwa para pejabat pimpinan dalam suatu organisasi untuk berpikir dan bukan untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang bersifat teknis operasional. Bahkan dapat dikatakan bahwa sebagian besar waktu kelompok eksekutif digunakan untuk berpikir. Semakin tinggi kedudukan manajerial seseorang semakin besar pula tuntutan kepadanya untuk membuktikan kemampuannya untk berpikir. Hasil pemikiran itu akan terasa dampaknya tidak hanya dalam organisasi, akan tetapi juga dalam hubungan organisasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan di luar organisasi.
10.  Objektivitas
            Setiap pimpinan diharapkan dan bahkan dituntut berperan sebaai bapak dan penasehat bagi bawahannya. Memainkan peranan tersebut berarti, antara lain, bahwa pimpinan menjadi tempat bertanya bagai para anggota organisasi, tidak hanya menyangkut berbagai hal yang ada kaitannya secara langsung dengan kehidupan organisasional akan tetapi juga mungkin yang pribadi sifatnya, seperti masalah keluarga.
11.  Pragmatisme
            Dinyatakan secara sederhana, pragmatisme pada dasarnya berarti bnerpikir dan bertindak secara realistic. Berpikir dan bertindak pragmatik sama sekali tidak berarti tidak boleh mempunyai cita-cita yang tinggi, bersikap fatalistik, menganut faham deterministik atau bersikap pasrah. Dalam kehidupan organisasional, sikap pragmatik biasanya terwujud dalam bentuk sebagai berikut:
1)      Kemampuan menentukan tujuan dan sasaran yang berada dalam jangkauan kemampuan untuk mencapainya yang berarti menetapkan tujuan dan sasaran yang realistic tanpa melupakan idealisme
2)      Menerima kenyataan apabila dalam perjalanan hidup organisasi tidak selalu meraih hasil yang diharapakan
12.  Kemampuan menentukan Peringkat Prioritas
            Suatu organisasi tidak mungkin melakukan semua kegiatan yang seyogyanya dilaksanakan dengan intensitas yang sama. Berarti selalu ada keharusan untuk menentukan skala prioritas tertentu. Perlunya menentukan skala prioritas tertenti tidak hanya dituntut oleh keterbatasan kemampuan organisasional akan tetapi juga oleh situasi yang dihadapi, kondisi yang menantang, rintangan yang menghadang dan ancaman yang timbul. Bahkan faktor-faktor tersebut menuntut peninjauan secara berkala skala prioritas yang telah ditetapkan untuk menyesuaikannnya dengan situasi dan kondisi yang diperkirakan akan dihadapi di masa depan
13.  Kemampuan Membedakan Yang Urgan dan Yang Penting
            Salah satu konsekuensi logis adanya skala prioritas tertentu ialah bahwa seorang pimpinan perlu memilik kemampuan untuk membedakan kegiatan apa yang bersifat urgan dan kegiatan yang bersifat penting. Bahkan sesungguhnya kemampuan demikian harus bersifat naluriah dalam arti bahwa secara intuitif.
            Titik tolak yang digunakan untuk membedakan kegiatan berdifat urgen dan kegiatan bersifat penting ialah bahwa sesuatu yang urgen harus dielesaikan segera untuk mana kecepatan bertindak merupakan criterion utama. Biasanya sesuatu yang urgen telah jelas prosedur dan mekanisme kerja yang digunakan dan oleh karenanya, pelaksanaanya pun dapat diserahkan kepada orang lain. Sedangkan kegiatan yang bersifat penting, faktor kecepatan bukan merupakan faktor yang menetukan. Yang lebih diperlukan adalah ketelitian dan pemikiran yang matang. Jika demikian halnya, maka keterlibatan pimpinan menjadai penting dan bahkan mungkin mutlak.
14.  Naluri Tepat Waktu
            Seiring keberhasilan seorang pimpinan dalam menyelenggarakan fungsi-fungsi kepemimpinannya sangat ditentukan oleh kemampuannya memilih waktu yang tepat untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
15.  Rasa Kohesi Yang Tinggi
            Fungsi kepemimpinan selaku mediator bahwa keberhasilan mengatsai suatu situasi konflik dapat berakibat pada meningkatnya rasa senasib sepenanggungan antara para anggota organisasi. Hal demikianlah yang sesungguhnya yang dimaksud dengan kohesi organisasional dalam mana para anggota organisasi memiliki rasa solidaritas organisasional yang tinggi pada gilirannya mempermudah usaha peningkatan kerja sama terlepas dari hierarki, struktur, pembagian tugas dan pole pendelegasian wewenang yang terdapat dalam organisasi bersankutan.
16.  Rasa Relevansi Yang Tinggi
            Seorang pimpinan perlu selalu menyadari kenyataan kelangkaan sumber dana dan daya yang tersedia baginya mengharuskannya bekerja dengan tingkat efisiensi, efektivitas dan produktivitas yang setinggi mungkin, berarti bahwa pimpinan tersebut dituntut mampu berpikir dan bertindak sehingga hal-hal yang dikerjakannya mempunyai relevansi tinggi danlangsung dengan usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasional yang telah ditentukan sebelumnya.
            Tingkat relevansi yang tinggi itu penting, karena apablia tidak, akan banyak tenaga, waktu, biaya dan sarana yang tebuang percuma.
17.  Keteladanan
            Seorang pimpinan harus mampu nmemproyeksikan kepribadiannya dalam bentuk kesetian kepada organisasi, kesetian kepada bawahan, dedikasi kepada tugas, disiplin kerja, landasan moral dan etika yang digunakan, kejujuran, perhatian kepada kepentingan dan kebutuhan bawahan dan berbagai nilai-nilai lainnya yang bersifat positif.
18.  Menjadi Pendengar Yang Baik
            Dapat dinyatakan secara kategorikal bahwa tidak ada manusia yang demikian pintarnya sehingga ia tidak perlu lagi belajar dari orang lain. Atau demikian objektif dan rasional sehingga ia tidak lagi memerlukan masukan dari berbagai pihak dengan siapa ia melakukan interaksi.
            Dalam kehidupan organisasional, setiap orang, termasuk pimpinan, perlu:
1)      Mendengarkan perintah, instruksi, nasihat dan pengarahan dari atasannya
2)      Mendengarkan saran, pandangan dan nasihat dari rekan-rekan setingkat
3)      Memperoleh pengetahuan baru dari para ahli, baik yang berada di lingkungan organisasi ataupun di luar organisasi
4)      Mendengarkan para bawahan yang ingin menyampaikan saran dan pendapat, bahkan juga mungkin keluhan masalah yang dipandangnya tidak dapat dipecahkannya sendiri
19.  Adaptabilitas
            Kepemimpinan selalu bersifat situsional, kondisional, temporal dan spatial yang berarti gaya kepemimpinan seseorang, misalnya gaya demokratik, tidak mungkin dapat diterapkan secara konsisten tanpa memperhitungkan situasi dan kondisi yang dihadapi.
            Beberapa contoh perwujudan adaptabilitas kepemimpinan adalah sebagai berikut:
1)      Seorang pimpinan tidak akan mudah melakukan generalisasi, melainkan melihat setiap situasi sebagai hal yang khas.
2)      Dalam memecahkan masalah, ia tidak akan terperangkap oleh cara pemecahan tertentu hanya karena cara tersebut pernah digunakannya di masa lalu dan dinilai membuahkan hasil yang baik.
20.  Fleksibilitas
            Ciri ini berkaitan dengan sifat yang adaptif, fleksibilitas adalah sikap yang luwes. Sikap ini berarti mampu melakukan perubahan dalam cara berpikir,cara bertindak, sikap dan perilaku agar sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi tertentu yang dihadapi tanpa mengorbankan prinsip-prinsip hidup yang dianut oleh seseorang.
21.  Ketegasan
            Telah dijelaskan sebelumnya bahwa sikap yang flekibilitas tidak identik dengan sikap yang tidak tegas atau ragu-ragu. Yang juga perlu ditekankan ialah ketegasan dalam bertindak perlu disertai oleh sikap fleksibel.
22.  Keberanian
            Salah satu ciri kehidupan manajerial ialah terdapatnya berbagai jenis resiko dalam mengemudikan dan menjalankan roda organisasi. Resiko dapat timbul karena faktor-faktor intern maupun ekstern. Salah satu contohnya adalah dalam proses pengambilan keputusan. Telah umum diketahui bahwa pengambilan keputusan adalah usaha sadar dan perhitungan yang dilakukan oleh seseorang untuk mengatasi situasi problematik    
23.  Orientasi Masa Depan
            Ciri lain dari pimpinan bisa dilihat dari orientasinya, jika seorang pimpinan tergolong developmentalis orientasi waktunya adalah masa depan. Orientasi masa depanlah yang diharpakan dimilik oleh seorang pimpinan. Memang benar pimpinan perlu mengingat masa lalu, juga penting mengatahui masa sekarang. Tetapi jauh lebih penting adalah orientasi masa depan. Berarti untuk menetukan suatu bentuk orientasi masa depan yang tpat diperlukan suatu potret tiga dimensi dari organisasi yang dipimpinannya, yaitu masa lalu, masa sekarang, dan masa dapan.
24.  Sikap Yang Antisipatif dan Proaktif
            Merencanakan masa depan yang diinginkan yang belum tentu sama dengan masa depan yang nyatanya terwujud berarti mengenali sejauh mungkin ciri-ciri masa depan tersebut. Salah satu sikap yang perlu dipupuk dan dikembangkan dalam merencanakan masa depan yang diinginkan itu ialah sikap yang antisipatif dan proaktif
           
            Dari beberapa pendapat para ahli mengenai sifat atau ciri-ciri kepemimpinan yang ideal, segera tampak bahwa tidak ada seorang pun yang serta memiliki semua ciri tersebut. Berarti andaikan kepemimpinan dalam prakteknya hanya disoroti dari segi ciri-ciri ini saja, jelas bahwa mempraktekan kepemimpinan merupakan proses yang terus berlangsung sepanjang perjalanan seseorang meniti karir manajerial.
            Bila kita lihat menganalisis kepemimpinan berdasarkan ciri-ciri sebenarnya mendasarkan instrumen analisisnya pada teori bahwa pimpinan dilahirkan. Namun untuk mengidentifikasinya cukup sulit karena belum jelas mana di antara ciri-ciri tersebut yang dibawa sejak lahir dan mana yang dapat dimiliki melalui proses pendidikan, pelatihan serta pengalaman.
            Yang jelas adalah keberhasilan seseorang dalam kepemimpinannya sangat tergantung pada sejauh mana yang pimpinan berhasil memiliki ciri-ciri ideal tersebut dan kemampuannya memilih ciri mana yang tepat digunakan dalam situasi, kondisi, waktu dan ruang tertentu untuk mendukung gaya kepemimpinan tertentu.


2.3 PENDEKATAN KEPEMIMPINAN BERDASARKAN TINGKAH LAKU ATAU KEKUASAAN
            Kepemimpinan yang efektif sebagaimana telah diuraikan sebelumnya melalui pendekatan kesifatan, namun pengertian dan pemahaman tentang kepemimpinan yang efektif yang umum diketahui hanyalah yang melekat pada ciri seseorang dari sifat-sifat tertentu yang tidak dapat menjelaskan apa yang menyebabkan pemimpin efektif.
            Dinamika manusia yang kemudian menampakkan diri pada dinamika organisasi dan dinamika masyarakat sebagai keseluruhan merupakan faktor pendorong bagi berbagai jenis kemajuan yang dicapai manusia. Dorongan untuk maju timbul karena hasrat dan keinginan manusia untuk meningkatkan kemampuannya untuk memuaskan berbagai jenis kebutuhannya yang semakin lama semakin kompleks
            Berbarengan dengan peningkatan kebutuhan maka semakin tinggi hasrat manusia untuk masuk berbagai jenis organisasi. Maka semakin berkembang persepsi yang berkisar pada pandangan bahwa kehidupan organisasional perlu dijamin adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban. Dalam hubungan organisasi para anggotanya, sering dirumuskan bahwa hak organisasi diperolehnya melalui penunaian kewajiban oleh para anggotanya dan sebaliknya hak para anggota organisasi merupakan kewajiban organisasi untuk memenuhinya. Pandangan ini biasanya mengejawantahkan pada tuntutan adanya kepemimpinan yang demokratik dalam organisasi yang bersangkutan.
            Sebagaimana dikemukakan Sastradipoera (1998:23) kepemimpinan berdasarkan perilaku adalah “Kepemimpinan yang didasarkan atas pengamatan apa yang dilakukan oleh pemimpin efektif itulah”. Fungsi kepemimpinan disini memberikan kelonggarran kepada individu untuk mewujudkan motivasinya sendiri yang potensial untuk memuaskan kebutuhan yang pada waktu bersamaan memberikan sumbangan bagi pencapaian tujuan organisasi. Teori kepemimpinan berdasarkan perilaku pun memberikan saran-saran akan perlunya fungsi motivasi kepada para pengikut agar mereka dapat memuaskan kebutuhan.
            Oleh karena itu, melalui pendekatan tingkah laku kita dapat menentukan apa yang dilakukan oleh pemimpin yang efektif dan mencari jawaban serta menjelaskan apa yang menyebabkan kepemimpinan itu efektif.

1.      Kepemimpinan Berdasarkan Prakarsa Struktur dan Perhatian
            Studi ini menurut Siagian (1994:120) didasarkan kepada pemikiran dasar bahwa efktivitas kepemimpinan seseorang terlihat pada dua jenis perilaku dalam menyelenggarakan tugas-tugas kepemimpinannya, pertama ialah sampai sejauh mana seorang pimpinan memberikan penekanan pada peranannya selaku pemrakarsa struktur tugas yang akan dilaksanakan bawahannya, kedua sampai sejauh mana dan dalam bentuk apa seorang pimpinan memberikan perhatian kepada para bawahannya. Studi ini dilakukan melalui penelitan yang sudah berlangsung sejak decade 40-an oleh Universitas Ohio State, Amerika Serikat.
            Dalam studi ini yang dimaksud dengan pemrakarsa struktur ialah sampai sejauh mana seorang pimpinan mendefinisikan dan menyusun struktur peranannya dan peranan bawahannya dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
            Artinya sejauh mana seorang pimpinan menonjolkan peranannya mengorganisasikan hal-hal seperti:
1)      Tugas yang harus diselenggarakan dalam organisasi
2)      Hubungan antara satu tugas dengan yang lain
3)      Penekanan pada pentingnya kaitan tugas yang dieslenggarakan dengan tujuan dan sasaran yang tetapkan sebelumnya
            Memang dapat dipahami pentingnya peranan seorang pemimpin selaku pemrakarsa kuat dalam hal seperti dikemukakan diatas. Dikatakan demikian antara lain karena dengan perilaku demikianlah terdapat ketegasan dan kejelasan tentang berbagai tugas yang harus diselenggarakan, disertai oleh tuntutan pemenuhan standar hasil kerja yang telah ditetapkan sebelumnya dan harus ditaati oleh semua pihak. Ketika itu tingkat pengetahuan para pekerja dan kematangan jiwa berorganisasi masih edemikian rupa sehingga dipandang belum tepat diserahkan pemrakarsaannya kepada para anggota organasasi. Singkatnya, keberadaan seorang pimpinan dipandang sebagai faktor penentu dalam kehidupan berorganisasi.
            Dalam pada itu disadari pula bahwa posisi sentral pimpinan itu tidak berarti mengabaikan keberadaan orang lain, yaitu para bawahan. Oleh karena itu, berbarengan dengan peranan pimpinan selaku pemrakarsa penysusunan struktur tugas, diteliti pula perilaku pimpinan yang menyangkut sifat, bentuk dan intensitas perhatiaannya pada para bawahannya.
            Seperti yang dikemukakan Siagian(1994:121) Yang  mendapat sorotan dalam penelitian ini, antara lain, ialah:
1)      Iklim saling percaya mempercayai
2)      Penghargaan terhadap ide bawahan
3)      Memperhitungkan perasaan para bawahan
4)      Perhatian pada kenyaman kerja bagi para bawahan
5)      Perhatian pada kesejahteraan bawahan
6)      Pangakuan atas status para bawahan secara tepat dan proporsional
7)      Memperhitungkan faktor kepuasaan kerja para bawahan dalam menyelesaikan tugas-tugas yang dipercayakan kepadanya.
            Disamping itu penelitian ini juga mempelajari sampai sejauh mana efektivitas kepemimpinan seseorang dipengaruhi oleh perilakunya yang menyebabkan para bawahan senang datang kepadanya untuk menyampaikan berbagai masalah yang dihadapinya, termasuk masalah pribadi, karena bawahan itu mengetahui bahwa pimpinan yang bersangkutan akan mendengarkannya dengan baik dan memberikan pandangan-pandangan yang arif tentang bagaimana berbagai masalah yang dihadapi itu seyogyanya dipecahkan dan diatasi. Singkatnya penelitian menyoroti sampai sejauh mana efektivitas kepemimpinan seseorang dapat diwujudkan dengan perilaku yang bersahabat, mudah didekati dan objektif dalam memperlakukan bawahan.
            Dari pembahasan diatas kita dapat menyimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1)      Seorang pemimpin yang menduduki peringkat tinggi dalam prakarsa struktur tugas dan perhatian pada bawahan cenderung menjadi pemimpin efektif dalam arti mampu menggerakkan para bawahan sedemikian rupa sehingga mencapai tingkat prestasi kerja yang tinggi dibandingkan dengan pemimpin yang berada pada peringkat rendah dalam kedua hal tersebut
2)      Akan tetapi bahwa tingginya peringkat yang dicapai seseorang dalam hal prakarsa tugas dan perhatian pada bawahan tidak selalu berakibat positif pada perilaku bawahan.
3)      Seorang pimpinan yang memberikan perhatian besar kepada bawahannya sering mendapat penilaian yang negatif dari pejabat pimpinan yang lebih tinggi, mungkin karena dipandang sebagai usaha pimpinan yang bersangkutan untuk memperbesar kekuasaan yang oleh pimpinan lebih tinggi itu dipandang sebagai ancaman pada kedudukannya sendiri
4)      Penggabungan yang tepat antara prakarsa dalam penstrukturan tugas dan perhatian pada bawahannya pada umumnya mempunyai dampak positif terhadap perilaku bawahan dan dengan demikian dapat meningkatkan efektivitas seseorang. Akan tetapi terdapat pula cukup banyak kasus yang emnggambarkan situasi sebaliknya.
  1. Perilaku Berdasarkan Orientasi Pada Bawahan dan Produksi
            Pada waktu bersamaan dengan penelitian yang dilakukan Universitas Ohio State, dilakukan pula studi tentang kepemimpinan yang dilakuan oleh Universitas Michigan. Sasaran yang ingin dicapai dengan studi tersebut hampir sama dengan sasaran penelitian yang dilakukan oleh Universitas Ohio State, yaitu berusaha mengidentifikasikan karakteristik perilaku pimpinan yang tampaknya berkaitan dengan efektivitas.
            Studi yang diselenggarakan oleh Universitas Michigan menggunakan dua dimensi             kepemimpinan yang diberi nama orientasi pada bawahan dan orientasi pada produksi
                        Beberapa perilaku pimpinan dengan orientasi bawahan ialah:
1)      Penekanan pada hubungan atasan dan bawahan
2)      Perhatian pribadi pimpinan pada pemuasan kebutuhan para bawahannya
3)      Menerima perbedaan-perbedaan kepribadian, kemampuan dan perilaku yang terdapat dalam diri para bawahan tersebut
4)      Sebaliknya pimpinan dengan orientasi produksi menunjukkan perilaku seperti:
5)      Cenderung menekankan segi-segi teknis dari pekerjaan yang harus dilakukan oleh para bawahan dan kurang pada segi manusia
            Salah satu kesimpulan yang menarik dari studi oleh Univeristas Michigan itu ialah bahwa pada umumnya pimpinan yang berorientasi pada bawahan ternyata lebih efektif dalam menjalankan tugas-tugas kepemimpinannya dibandingkan dengan para pemimpin yang berorientasi pada produk. Tingkat produktivitas kerja, tingkat kehadiran di tempat kerja, kepuasaan kerja merupakan ukuran-ukuran yang digunakan untuk melihat tingkat efektivitas tersebut.
            Usaha untuk lebih memahami faktor-faktor yang meningkatkan efektivitas kepemimpinan terus berlanjut, bahkan hingga saat ini. Salah bentuk usaha yang dapat ditempuh adalah dengan kristalisasi pemikiran sehingga berbagai konsep, teori dan paradigma yang elah dikembangkan melalui berbagai kegiatan penelitian menjadi semakin jelas. Kejelasan demikian diperkirakan akan meningkatkan kemampuan untuk menerapkannya dalam situasi nyata. Artinya dalam praktek. Karena memang dalam praktek itulah validitas dan relevansi suatu konsep dan teori terlihat.
            Dalam pendekatan tingkah laku dimensi kepemimpinan yang efektif para ahli menyebutkan dua aspek utama, yaitu :
1.         Aspek Fungsi Kepemimpinan
2.         Aspek Gaya Kepemimpinan.
            Dalam pendekatan perilaku kepemimpinan ada beberapa teori yang dapat dipakai sebagai acuan atau rumusan untuk mengukur kepemimpinan yang efektif, yaitu  :
1)      Teori X dan Teori Y dari Douglas McGregor
McGregor menyimpulkan sekumpulan anggapan kepemimpinan yang efektif yang saling berlawanan dari perilaku manajer dalam industri, sebagai berikut :
                                        I.            Anggapan-anggapan Teori X :
A.    Rata-rata pembawaan manusia malas atau tidak menyukai pekerjaan dan akan menghindarinya bila mungkin.
B.     Karena karakteristik manusia tersebut, orang harus dipaksa, diawasi, diarahkan, atau diancam dengan hukuman agar menjalankan tugas untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.
C.     Rata-rata manusia lebih menyukai diarahkan, ingin menghindari tanggungjawab, mempunyai ambisi relatif kecil, dan menginginkan keamanan/jaminan hidup di atas segalanya.
                                     II.            Anggapan-anggapan Teori Y :
A.    Penggunaan usaha fisik dan mental dalam bekerja adalah kodrat manusia, seperti bermain dan istirahat.
B.     Pengawasan dan ancaman hukum eksternal bukanlah satu-satunya cara untuk mengarahkan usaha pencapaian tujuan organisasi. Orang akan melakukan pengendalian diri dan pengarahan diri untuk mencapai tujuan yang telah disetujuinya.
C.     Keterikatan pada tujuan merupakan fungsi dari penghargaan yang berhubungan dengan prestasi mereka.

2)      Teori Robert Tennenbaum dan Warren H. Schmit
Teori ini menguraikan pendapatnya mengenai berbagai faktor yang mempengaruhi pilihan manajer akan gaya kepemimpinan bahwa seorang manajer harus memperhatikan tiga macam kekuasaan yaitu : kekuasaan yang ada di tangan manajer, kekuasaan yang ada di tangan karyawan dan kekuatan dalam situasi.
Gaya kepemimpinan menurut teori ini bahwa sebagai kontinum tingkah laku seperti gambar Kontinum dan Tingkah Laku Pemimpin.

3)      Studi Ohio State
Untuk mengetahui mana yang menghasilkan prestasi kerja kelompok yang paling efektif dari kedua gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas ( Struktur memprakarsai ) dan gaya yang berorientasi pada karyawan (pertimbangan). Ohio State University dalam penelitiannya menemukan bahwa tingkat pergantian karyawan yang paling rendah dan kepuasan karyawan tertinggi dijumpai di bawah pemimpin yang mendapat nilai tertinggi dalam pertimbangan. Sebaliknya, pemimpin yang dinilai rendah dalam pertimbangan dan tinggi dalam struktur memprakarsai mendapat banyak keluhan dengan tingkat pergantian karyawan tinggi. Namun dalam penilaiannya di Ohio State, para peneliti menemukan bahwa efektivitas pemimpin tidak selalu dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan saja tetapi dapat dipengaruhi oleh situasi gaya yang dipakai ( ada pada lingkungan militer).





BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
            Adapun kesimpulan yang dapat penyusun ambil dalam pembahasan diatas, untuk dapat menjadi pemimpin efekfif mungkin seseorang harus berusaha walaupun cukup sulit untuk dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:
1.      Memiliki daya pikat karena pengetahuan, keterampilan, sikap dan tindak-tanduknya
2.      Tergolong sebagai pemimpin yang pada dasarnya demokratik tetapi sekaligus mampu melakukan penyesuaian tertentu tergantung pada situasi yang dihadapinya
3.      Menyadari benar makna dan hakiakt keberadaannya dalam organisasi yang tercermin pada kemampuannya menyelenggarakan berbagai fungsi kepemimpinan yang harus diselenggarakan
4.      Dalam hubungan atasan dan bawahan menseimbangkan struktur tugas yang harus dilakukan oleh para bawahannya dengan perhatian yang wajar pada kepentingan dan kebutuhan para bawahan tersebut
5.      Menerima kenyataan bahwa setiap bawahan seperti juga diri sendri mempunyai jati diri yang khas dengan kelebihan dan kekurangannya serta kekuatan dan kelemahannya
6.      Mampu menggabungkan bakat, pengetahuan teoritikal kesempatan memimpin dengan terus berusaha memiliki sebanyak mungkin ciri-ciri kepemimpinan yang ideal
7.      Dengan tetap menggunakan paradigma yang holistik dan integralistik, mampu menentukan skala prioritas organisasi sesuai dengan sifat, bentuk dan jenis tujuan dan berbagai sasaran yang ingin dicapai
8.      Memperhitungkan situasi lingkungan yang berpengaruh, baik secara positif maupun secara negatif, terhadap organisasi
9.      Memanfaatkan perkembangan yang terjadi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi tanpa berinjak dari orientasi manusia sebagai unsur terpenting dalam organisasi
10.  Menempatkan kepentingan organisasi di atas kepentingan diri sendiri seperti tercermin dalam satunya ucapan dan perbuatan
11.  Kesemuanya itu berarti bahwa tidak ada kunci ajaib yang dapat digunakan dalam menjamin keberhasilan seseorang menjalankan kepemimpinannya. Akan tetapi titik tolak yang paling tepat adalah menghargai dan menjunjung tinggi harkat dan martabat par bawahannya.




DAFTAR PUSTAKA
www.wikipedia.com
Sastradipura, Komarudin. (1993). Manajemen Kantor, Teori dan Praktek. Bandung: Trigenda Karya.
Rivai, Veithzal (2004). Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Robbins, S.P. (2007). Perilaku Organisasi. Jakarta: PT. Indeks.
Siagian, Sondang (1994). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta.


No comments:

Post a Comment